Rabu, 30 September 2020

WASPADA DENGAN MENJAGA KESEHATAN PROSTAT

 

DEFINISI
Hiperplasia prostat adalah pembesaran prostat yang jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Namun orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secara histologi yang dominan adalah hyperplasia (Sabiston, David C,1994). Hyperplasia prostat adalah Pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secarau mum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius. (sumber:Rencana asuhan keperawatan marilynn deonges).

PENYEBAB
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan testosterone, esterogen karena produksi testosterone menurun dan terjadi konfersi testosterone menjadi esterogen pada jaringan adipose diperifer. Berdasarkan angka autopsy perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat ditemukan pada usia 30-40 tahun. Padalelaki usia 50 tahun, angka kejadianya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan menyebabkan gejala dan anda klinis. 
 
TEORI PENYEBAB BPH :
a.   Teori Hormonal
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat. Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi hormon androgentestis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.

b.   Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan)
Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat. Terdapat empat peptic growth factor yaitu : basic transforming growth factor, transforming growth factor b1,transforming growth factor b2, dan epidermal growth faktor.

c.   Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati

d.   Teori Sel Stem (stem cellhypothesis)
Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa berada dalam keadaan keseimbangan “ steady state ”, antara pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.

e.   Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam “target cell” yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk ke dalam sitoplasma,di dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dehidrotestosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi“ hormone receptor complex ”. Kemudian “hormone receptor complex” ini mengalami transformasi reseptor, menjadi “ nuclear receptor ” yang masuk ke dalam inti yang kemudian melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat.(Sumber:Mcconnell Roehrborn 2007).

PROSES TERJADINYA BPH
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus. 
 
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan keseluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh kedalam gagal ginjal.
 
Pada hiperplasia terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.(Sumber:Doenges 2000).

TANDA DAN GEKJALA
Gejala hiperplasia prostat dibagi atas gejala obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejalanya ialah :
a.   Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistency)
b.   Pancaran miksi yang lemah (Poor stream)
c.   Miksi terputus (Intermittency)
d.   Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)
e.   Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying)

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat tergantung tiga faktor yaitu :
a.      Volume kelenjar periuretral
b.      Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
c.      Kekuatan kontraksi otot detrusor
Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi, sehingga meskipun volume kelenjar periuretal sudah membesar dan elastisitas leher vesika, ototpolos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih dikompensasi dengan kenaikan daya kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi belum dirasakan.(Sumber Reksoprodjo S.1995 Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah)

KOMPLIKASI
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesikaurinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis. Perdarahan, Inkontinesia, Batu VU, Retensi urine, Impotensi, Epididimis, Hemoroid, hernia, prolaps rektum akibat mengedan, Infeksi saluran kemih disebabkan kateterisasi, Hidronefrosis. (sumber: Sjamsuhidajat, 2005 ).

PREVENTIF
Beberapa upaya yang bisa ditempuh diantaranya mengkonsumsi makanan rendah lemak. Selain itu ada beberapa jenis makanan yang perlu ditingkatkan untukmencegah datangnya penyakit prostate khususnya kanker yaitu Soy Iso Flavones (Quercetin), lycopene, selenium, vitamin E, teh hijau, anti androgen dan vitamin

PROSEDUR DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan pada pasien dengan hyperplasia adalah :

Laboratorium
  1. Sedimen Urin: Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran kemih.
  2. Kultur Urin : Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
Pencitraan
  1. Foto polos abdomen : Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat dan kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh terisi urin yang merupakan tanda dariretensi urin.
  2. IVP (Intra Vena Pielografi) : Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-buli.
  3. Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal) : Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.
  4. Systocopy: Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum. (Sumber:Deonges 1999).
TERAPI DAN PENATALAKSANAAN
Menurut R. Sjamsuhidayat (h.785) derajat berat hipertrofi prostat berdasarkan gambaran klinis sebagai berikut :
 
Derajat
  1. derajat I terjadi Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba, sisa urin < 50 ml
  2. derajat II terjadi Penonjolonan prostat jelas, batas atas dapat dicapai, sisa urin 50-100 ml
  3. derajat III batas atas prostat tidak dapat diraba, sisa urin >100 ml
  4. derajat IV retensi urine total
Dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis sebagai berikut :
  1. Stadium I : Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.
  2. Stadium II : Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)
  3. Stadium III : Pada stadium III reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan perineal.
  4. Stadium IV : Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka.

 

Semoga Bermanfaat

Salam Sentul salam sehat sendi dan tulang.

KENAL LEBIH DEKAT DENGAN DEKUBITUS

 

PENGERTIAN

Dekubitus adalah suatu keadaan dimanan timbul ulkus sebagai akibat penekanan yang lama mengenai suatu tempat pada permukaan tubu penderita (Bouwhuizen, 1996). Istilah lain yang sering dipakai dalah pressure sore atau pressure ulcers. Dekubitus dapat terjadi karena terjepitnya pembuluh darah antara tulang pasien dan tenpat tidurnya. Akibat terjapitnya pembuluh darah tersebut, maka jaringan yang terdapat pada daerah itu tidak bisa nmemperoleh darah yang diperlukan dengan demikian juga tidak bisa memperoleh darah yang diperlukan dengan demikian juga tidak bisa memperoleh darah yang diperlukan dengan demikian juga tidak bisa memperoleh bahan makanan dan oksigen, akibatnya jaringan tersebut mengalami kematian. Orang yangs sehat akan melakukan gerakan spontan sebagai reaksi terhadap stimulasi yang diterima oleh otak, sekalipun orang tersebut dalam keadaan tidur, karena itu, kompresi tidak perbah berlangsung dalam waktu yang lama sehingga terjadi kerusakan jaringan.

PENYEBAB

A. Faktor Ekstrinsik

  1. Tekanan : kulit dan jaringan dibawahnya tertekan antara tulang dengan permukaan keras lainnya, seperti : tempat tidur dan meja operasi. Tekanan ringan dalam waktu yang lama sama bahayanya dengan tekanan besar dalam waktu singkat. Terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal kemudian menyebabkan hipoksia dan nekrosis.
  2. Gesekan dan pergeseran : gesekan berulang akan menyebabkan abrasi sehingga integritas jaringan rusak. Kulit mengalami regangan, lapisan kulit bergeser terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal.
  3. Kelembaban : akan menyebabkan maserasi, biasanya akibat inkontinensia, drain dan keringat.

B. Fase Intrinsik

  1. Usia : pada usia lanjut akan terjadi penurunan elastisitas dan vaskularisasi.
  2. Hilangnya sensasi : paraplegia, hemiparesis, neuropati perifer.
  3. Penurunan kesadaran : gangguan neurologis, trauma, analgetik narkotik
  4. Imobilitas : akibat paralisis, traksi, anestesia, sedasi, total bedrest.
  5. Malnutrisi : gangguan penyembuhan luka. Biasanya berhubungan dengan hipoalbumin.
  6. Dehidrasi
  7. Anemia
  8. Infeksi
  9. Gangguan vaskuler : perokok, diabet

PENCEGAHAN

Karena dekubitus lebih mudah dicegah dari diobati, maka sedini mungkin harus dicegah dengan cara :

  1. Merubah posisi penderita sedikitnya 2 jam sekali.
  2. Anjurkan penderita untuk duduk dikursi roda atau seri gery untuk menegakkan mereka setiap 10 menit untuk mengurangi tekanan atau membantu penderita melakukannya.
  3. Anjurkan masukan cairan dan nutrisi yang tepat dan adekuat. Karena kerusakan kulit lebih mudah terjadi dan lambat untuk sembuh jika nutrisi penderita buruk.
  4. Segera membersihkan feses atau urin dari kulit karena bersifat iritatif terhadap kulit.
  5. Inspeksi daerah dekubitus umum terjadi, laporkan adanya area kemerahan dengan segera.
  6. Jaga agar kulit tetap selalu kering
  7. Jaga agar linen atau sprei tetap kering dan bebas dari kerutan
  8. Beri perhatian khusus pada daerah – daerah yang beresiko terjadi dekubitus.
  9. Lakukan pemijatan sekitar daerah kemerahan dengan sering menggunakan lotion
  10. Jangan gunakan lotion pada kulit yang rusak
  11. Beri sedikit bedak tabur pada area pergesekan tapi jangan biarkan menumpuk/menggumpal
  12. Gunakan kain pengalas bila memindahkan pasien tirah baring
  13. Lakukan latihan gerak minimal 2 kali sehari untuk mencegah kontraktur
  14. Gunakan kasur busa, kasur kulit atau kasur perubah tekanan.
  15. Berikan nutrisi dengan tingkat serapan tinggi berbasis teknology enzimatis yang mampu melakukan recovery seluruh sistem organ tubuhnya. 

Semoga Bermanfaat

Salam Semtul salam sehat sendi dan tulang

ORANG LANJUT USIA RESIKO STROKE JIKA STRES

 

Stres, depresi, dan perasaan negatif dapat membuat opa dan oma berisiko terkena stroke. Tiga faktor tersebut berkaitan dengan peningkatan risiko stroke secara signifikan pada orang dewasa paruh baya dan lanjut usia atau lansia.

Bahkan, menurut studi, faktor perasaan negatif saja dapat membuat opa dan oma berisiko dua kali lipat terkena stroke mini yang juga dikenal dengan transient ischaemic attack (TIA), seperti dilaporkan Daily Mail, Kamis (10/7).

Dalam studi yang dirilis jurnal Stroke dari American Heart Association,peneliti menemukan stres kronis dapat meningkatkan risiko stroke dan TIA hingga 59 persen. Sementara, gejala depresi meningkatkan risiko stroke hingga 86 persen.

Peneliti menggunakan kuesioner untuk mengukur stres kronis, gejala depresi,kemarahan dan perasaan negatif pada 6.700 pria dan perempuan berusia 45 hingga 84 tahun. Pada periode 8,5 hingga 11 tahun, terdapat total 147 penderita stroke dan 48 penderita TIA dalam kelompok tersebut. Satu-satunya faktor yang tidak berdampak pada stroke adalah kemarahan.

Peneliti mendefinisikan perasaan negatif yaitu cara yang negatif dalam melihat dunia dan dilihat dengan mengukur kesinisan partisipan.

Pimpinan penelitian, Dr Susan Everson-Rose dari University of Minnesota, Amerika Serikat, mengatakan,”Fokus ke faktor risiko seperti tingkat kolesterol, tekanan darah, kebiasaan merokok dan lainnya sangat penting. Namun, studi seperti inidapat memperlihatkan bahwa karakteristik psikologis juga sama pentingnya.”

Dia menambahkan, mengingat populasi lansia, penting untuk mempertimbangkan faktor lain yang menyebabkan risiko penyakit.

“Stroke adalah penyakit yang menyeang lansia pada umumnya. Jadi, belajar tentang risiko yang mempengaruhi lansia adalah penting,” ujar Everson-Rose.

Stres kronis diukur pada lima areal terkait dengan kesehatan personal,masalah kesehatan, pekerjaan dan kemampuan menyelesaikan pekerjaan, hubungan dengan orang lain dan keuangan. Berdasarkan jawaban partisipan, kaitan faktor ini terhadap risiko stroke tetap signifikan meskipun telah mengukur usia, ras,jenis kelamin, gaya hidup, dan faktor lain yang berisiko stroke.

Everson-Rose menambahkan, “Satu hal yang tidak kami ukur adalah strategi menghadapinya. Jika seseorang mengalami gejala depresi atau merasa sangat stres atau perasaan negatif, kami tidak tahu bagaimana mereka menghadapi itu. Jadi,mungkin strategi positif yang mereka lakukan bisa memperbaiki beberapa dampak kaitan tersebut. Kami tidak mengukur strategi, jadi itu tugas untuk penelitian selanjutnya.”

Semoga Bermanfaat

Salam Sentul salam sehat sendi dan tulang

MENGAPA..? LANSIA LEBIH MUDAH TERKENA NYERI DAN KAKU SENDI


Banyak orang berpendapat bahwa para orang tua atau orang lanjut usia yang terserang nyeri sendi di akibatkan oleh faktor usia, tetapi jangan salah, penyebab nyeri sendi pada lansia tidak hanya dari faktor usianya saja, buktinya seperti pasangan kakek nenek asal Australia yaitu Janette Murray-Wakelin (64) dan Alan Murray (68), yang telah memecahkan rekor dunia sebagai pelari maraton sepanjang 9.776.75 mil selama 366 hari, demikian yang di lansir oleh Huffington Post. Keduanya tidak ada masalah mengenai sendi yang terasa nyeri padahal mengingat umur mereka yang telah berkepala enam.

Hal ini lah yang membuat saya tertarik untuk membuat postingan tentang etilogi nyeri sendi pada lansia. Pertama tama pasti banyak yang menanyakan apa sih artinya etimologi ? Etimologi adalah studi yang mempelajari tentang sebab dan asal muasal suatu bahasan. Kata tersebut berasal dari bahasa Yunani yaitu αἰτιολογία, aitiologia, yang artinya “menyebabkan”. Etimologi nyeri sendi pada lansia sendiri di dasari atas penyebab nyeri sendi pada lansia. 

Nyeri sendi banyak macamnya, ada yang seperti tidak nyaman ketika disentuh, pembengkakan, peradangan, kekakuan, atau pembatasan gerakan. Tapi pada umumnya banyak lansia yang terkena penyakit jenis nyeri sendi semacam rematik, asam urat, Osteoarthritis, dan nyeri tulang belakang.

Sendi yang normal mempunyai tingkat gesekan yang rendah karena selain memiliki bantalan dalam sendi, sendi juga terdapat cairan sendi yang berfungsi sebagai pelumas atau pelicin saat terjadinya gesekan antar sendi. Nyeri sendi terjadi ketika munculnya ketidaknormalan dari sel-sel yang membentuk tulang rawan sendi, lalu terjadi kerusakan akibat retakan di permukaannya. 

Dari retakan-retakan itulah, tulang muncul dan bertumbuh di ujung sendi, sehingga permukaan sendi yang tadinya halus dan licin menjadi kasar dan bergelombang. Karena ini lah, persendian tidak bisa bergerak dengan mulus & menimbulkan efek nyeri. Biasanya, gejala-gejala nyeri sendi muncul secara perlahan dan hanya terjadi di beberapa sendi, seperti sendi pada jari-jari, bagian leher,pinggang, pinggul, dan lutut.

Gejala yang paling sering terjadi adalah rasa nyeri pada sendi akibat aktivitas sehari-hari, lalu disertai rasa kaku yang biasanya menghilang setelah digerakan selama beberapa saat. Pada kasus nyeri sendi yang telah parah, akan muncul keterbatasan gerak pada sendi. Tubuh akan mencoba memperbaiki hal itu, namun perbaikan yang terjadi justru menimbulkan bengkak dan pertumbuhan sendi yang tidak merata atau bergelombang, dan hal ini dapat menimbulkan sendi berbunyi ketika digerakkan atau suara krepitasi.

Faktor risiko dan penyebab nyeri sendi pada lansia ini umumnya adalah osteoporosis glukokortikoid (osteoporosis akibat sering mengkonsumsi obat-obatan steroid). Osteoporosis sendiri dapat disebabkan oleh kurangnya kepadatan tulang seiring bertambahnya usia dan pada masa muda dulu menganggap remeh penyakit nyeri sendi sehingga dimasa lansianya terserang nyeri sendi serta peningkatan menopause juga terjadi peningkatan  nyeri sendi.

Semoga Bermanfaat

Salam Sentul salam sehat sendi dan tulang..



 

Senin, 28 September 2020

TIPS SEHAT TULANG SEJAK DINI


Tulang, sama seperti organ tubuh lainnya, akan mengalami penuaan. Kondisi tersebut ditandai dengan penurunan massa atau kepadatan tulang. Penurunan ini bisa berjalan cepat kalau tidak banyak tabungan massa tulang sejak masa kanak-kanak. Masa kanak-kanak dan remaja (juga semenjak dalam kandungan) menjadi saat paling penting untuk membangun tulang yang kuat. Pembentukan massa tulang memang sudah dimulai sejak janin hingga usia 20 tahun. Kemajuan pembangunan tulang paling banyak terjadi di masa remaja, ketika hormon pubertas mempercepat pertumbuhan tulang. Sebab, sebagaimana disebutkan dalam situs Hormone Health Network, selain bertambah panjang dan lebar, tulang juga menjadi lebih padat. 

Normalnya, puncak massa tulang terjadi di usia 20-40 tahun. Dengan puncak massa tulang terbesar dan terpadat terjadi pada usia 30. Setelah usia 30 tahun, beberapa tulang mulai mengalami penurunan massa sebagai bagian alamiah dari proses penuaan yang membuat kepadatannya menurun. Karenanya, di usia ini tulang membutuhkan lebih banyak kalsium untuk mengisi kepadatan tulang yang mulai menurun tersebut.

Pada wanita, proses penurunan kepadatan tulang semakin cepat ketika memasuki pertengahan usia 40-an atau masa menopause. Di masa ini, wanita dapat kehilangan 2-3 persen kepadatan tulangnya per tahun akibat menurunnya hormon estrogen. Wanita kemudian banyak kehilangan massa tulang setelah pertengahan usia 50-an, yang menjadi awal dari risiko patah tulang 

Proses Remodeling

Jaringan tulang memang secara terus menerus memperbarui dirinya dengan membongkar tulang yang lebih tua dan menggantinya dengan tulang baru. Proses ini disebut sebagai remodeling. Saat kanak-kanak atau remaja, laju pembentukan tulang baru lebih cepat dibanding pembongkarannya (resorpsi). Namun, setelah usia 30-an, proses yang terjadi adalah sebaliknya. Resorpsi tulang berlangsung lebih cepat dibandingkan pembentukannya, membuat tulang menipis dan melemah saat menua. Untungnya, laju resorpsi ini dapat diperlambat bila sejak masa kanak-kanak hingga remaja sudah banyak menabung massa tulang. Dengan begitu, kejadian osteoporosis atau pengeroposan tulang, termasuk risiko patah tulang di kemudian hari, bisa diperlambat.

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kepadatan Tulang

Ada sejumlah faktor -faktor yang memengaruhi kepadatan tulang seseorang. Gen, hormon, dan gaya hidup, semuanya memengaruhi puncak massa tulang. Faktor genetik memiliki pengaruh terbesar terhadap puncak massa tulang. Tetapi, untuk mencapai potensi genetik sepenuhnya, seseorang perlu memiliki kecukupan hormon tertentu, kemudian ditambah dengan diet sehat seimbang dan olahraga.   
 
Selain itu, hormon pertumbuhan dan seks, yaitu estrogen serta testosteron saat pubertas, mempunyai peranan penting dalam pembentukan massa tulang. Perlu diingat bahwa anak laki-laki biasanya mencapai massa tulang lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan. Mereka juga lebih jarang mengalami osteoporosis saat memasuki usia lanjut. Yang tak kalah penting adalah menjaga berat badan tetap sehat serta mencukupi asupan vitamin D, kalsium, dan protein. Rajin melakukan aktivitas fisik juga perlu bagi tulang sehat dan kuat. 
 
Semoga Bermanfaat
Salam Sentul salam sehat sendi dan tulang

 

6 HAL SEBAGAI PENENTU KUALITAS KESEHATAN TULANG

 

Kesehatan dan kualitas  tulang manusia ditentukan oleh berbagai faktor. Sebagian faktor bisa dimodifikasi (biasanya terkait dengan gaya hidup), namun, ada juga yang tidak bisa diubah. Meski begitu, kita tetap harus melakukan langkah-langkah untuk menjaga dan mempertahankan kesehatan tulang.

Berikut sejumlah faktor yang melekat di diri kita, terkait dengan kesehatan tulang :

·         Usia

Usia sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan kita secara keseluruhan, tak terkecuali pada tulang. Seiring dengan pertambahan usia, terutama pascausia 30an, tulang akan mulai menipis dan melemah. Pada mereka yang sudah memasuki fase lansia, risiko untuk mengalami fraktur atau patah tulang ikut meningkat.  International Osteoporosis Foundation menyebutkan, mayoritas fraktur tulang panggul terjadi pada mereka yang berusia 50 tahun atau lebih. Pada usia lanjut, kepadatan mineral tulang memang menurun. Akibatnya, terjadi kelainan struktur tulang yang menyebabkan tulang menjadi rapuh dan mudah patah.

 

·         Jenis Kelamin

Kaum perempuan memiliki risiko tidak mengenakkan terkait dengan kesehatan tulang. Perempuan, terutama pascamenopause, lebih rentan mengalami penurunan kepadatan tulang daripada pria, akibat produksi estrogen yang menurun secara tajam. Estrogen adalah komponen penting dalam pembentukan tulang.  Itu sebabnya, perempuan yang tidak mengalami menstruasi dalam waktu lama hingga menopause, risikonya untuk terkena osteoporosis akan meningkat. Sementara pada pria, jika kadar testosteron di tubuhnya rendah, ia pun berisiko mengalami penurunan massa tulang.

 

·         Ras

Mereka yang berasal dari ras kaukasia dan merupakan keturunan Asia memiliki risiko terbesar untuk mengalami pengeroposan tulang. Perempuan keturunan Asia lebih rentan dengan masalah kesehatan tulang karena kurang mengonsumsi produk susu maupun olahannya, yang menjadi salah satu sumber asupan kalsium. Fakta tersebut diungkapkan oleh the National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Diseases (NIAMS). Karena itu pula, perempuan keturunan Asia lebih rentan mengalami intoleransi laktosa dibandingkan dengan kelompok lain. Selain itu, perempuan Asia cenderung memiliki kerangka tubuh yang lebih pendek dan lebih ramping dibandingkan etnis lain. Karena sejumlah faktor inilah, mereka memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami masalah tulang seperti osteoporosis.

 

·         Hipogonadisme Pada Pria

Seperti halnya kekurangan estrogen pada perempuan, defisiensi androgen pada pria, baik karena hipogonadisme primer ataupun sekunder, dapat meningkatkan risiko terjadinya fraktur. Hipogonadisme akut, seperti akibat dari orkiektomi (operasi pengangkatan testis) dalam penanganan kanker prostat, mempercepat penurunan massa tulang dengan laju serupa pada perempuan menopause. Penurunan massa tulang setelah orkiektomi akan berlangsung cepat selama beberapa tahun. Setelah itu, prosesnya berjalan bertahap, seperti yang terjadi akibat penuaan.

 

·         Hormon

Selain estrogen dan testosteron, sejumlah hormon yang dihasilkan di dalam tubuh, seperti hormon pertumbuhan atau tiroid, berpengaruh terhadap kesehatan tulang. Di antaranya diperlihatkan sebuah studi di Estonia, yang menunjukkan bahwa insulin-like growth factor (IGF) berhubungan dengan kepadatan massa tulang. Studi berjudul The Influence of Serum Ghrelin, IGF Axis and Testosterone on Bone Mineral Density in Boys at Different Stages of Sexual Maturity itu dipublikasikan dalam Journal of Bone and Mineral Metabolism (2007). Sementara, hormon paratiroid memiliki efek sangat kompleks dan penting terhadap tulang. Hormon ini mengontrol jumlah kalsium di darah dan di dalam tulang. Kelenjar paratiroid mengontrol kadar kalsium dalam semua cairan, semua sel, dan tulang dalam tubuh.

 

·         Pernah Mengalami Patah Tulang

Berhati-hatilah jika Anda pernah mengalami patah tulang. Pasalnya, ini berarti risiko Anda untuk mengalami fraktur telah meningkat hingga 86 persen dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah mengalami patah tulang. 

 

Semoga Bermanfaat

Salam Sentul salam sehat sendi dan tulang