DEFINISI
Hiperplasia prostat adalah pembesaran
prostat yang jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atau
hiperplasia fibromuskular. Namun orang sering menyebutnya dengan
hipertropi prostat namun secara histologi yang dominan adalah
hyperplasia (Sabiston, David C,1994). Hyperplasia prostat adalah
Pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secarau mum pada pria lebih
tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan
pembatasan aliran urinarius. (sumber:Rencana asuhan keperawatan marilynn deonges).
PENYEBAB
Dengan
bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan testosterone,
esterogen karena produksi testosterone menurun dan terjadi konfersi
testosterone menjadi esterogen pada jaringan adipose diperifer.
Berdasarkan angka autopsy perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat
ditemukan pada usia 30-40 tahun. Padalelaki usia 50 tahun, angka
kejadianya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50%
dari angka tersebut diatas akan menyebabkan gejala dan anda klinis.
a. Teori Hormonal
Dengan
bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu
antara hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena produksi
testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen
pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim aromatase,
dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada
stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk
inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang
berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan
konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi
dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya
pembesaran prostat. Pada keadaan normal hormon gonadotropin
hipofise akan menyebabkan produksi hormon androgentestis yang akan
mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya usia, akan
terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan
menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini
mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon
estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat
terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi
terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap
estrogen.
b. Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan)
Peranan
dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar
prostat. Terdapat empat peptic growth factor yaitu : basic transforming
growth factor, transforming growth factor b1,transforming growth factor
b2, dan epidermal growth faktor.
c. Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati
d. Teori Sel Stem (stem cellhypothesis)
Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa berada dalam keadaan keseimbangan “ steady state
”, antara pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini
disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang
dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan
tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga terjadi
proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem
sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel
kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.
e. Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Testosteron
yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari
kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat
oleh globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya
2% dalam keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa
masuk ke dalam “target cell” yaitu sel prostat melewati membran sel
langsung masuk ke dalam sitoplasma,di dalam sel, testosteron direduksi
oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dehidrotestosteron yang kemudian
bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi“ hormone receptor complex ”.
Kemudian “hormone receptor complex” ini mengalami transformasi reseptor,
menjadi “ nuclear receptor ” yang masuk ke dalam inti yang kemudian
melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan
menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar
prostat.(Sumber:Mcconnell Roehrborn 2007).
PROSES TERJADINYA BPH
Pembesaran
prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus
berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang
terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa
hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan
divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase
kompensasi. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh
pasien sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower
urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala
prostatismus.
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra,
otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu
lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan
intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan keseluruh bagian
buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua
muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke
ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung
terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya
dapat jatuh kedalam gagal ginjal.
Pada hiperplasia terdapat
dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu komponen
mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan dengan
adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars
prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra
vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat
dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada
alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat
ataupun kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi
syaraf simpatis, yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh
komponen mekanik.(Sumber:Doenges 2000).
TANDA DAN GEKJALA
Gejala
hiperplasia prostat dibagi atas gejala obstruktif dan gejala iritatif.
Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars
prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot
detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga
kontraksi terputus-putus. Gejalanya ialah :
a. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistency)
b. Pancaran miksi yang lemah (Poor stream)
c. Miksi terputus (Intermittency)
d. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)
e. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying)
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat tergantung tiga faktor yaitu :
a. Volume kelenjar periuretral
b. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
c. Kekuatan kontraksi otot detrusor
Tidak
semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi, sehingga
meskipun volume kelenjar periuretal sudah membesar dan elastisitas
leher vesika, ototpolos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi
apabila masih dikompensasi dengan kenaikan daya kontraksi otot detrusor
maka gejala obstruksi belum dirasakan.(Sumber Reksoprodjo S.1995
Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah)
KOMPLIKASI
Kerusakan
traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intra abdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan
yang menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin
dalam vesikaurinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang
dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan
pyelonefritis. Perdarahan, Inkontinesia, Batu VU, Retensi
urine, Impotensi, Epididimis, Hemoroid, hernia, prolaps rektum akibat
mengedan, Infeksi saluran kemih disebabkan kateterisasi, Hidronefrosis.
(sumber: Sjamsuhidajat, 2005 ).
PREVENTIF
Beberapa
upaya yang bisa ditempuh diantaranya mengkonsumsi makanan rendah lemak.
Selain itu ada beberapa jenis makanan yang perlu ditingkatkan
untukmencegah datangnya penyakit prostate khususnya kanker yaitu Soy Iso
Flavones (Quercetin), lycopene, selenium, vitamin E, teh hijau, anti
androgen dan vitamin
PROSEDUR DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan pada pasien dengan hyperplasia adalah :
Laboratorium
- Sedimen Urin: Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran kemih.
- Kultur Urin : Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
Pencitraan
- Foto polos abdomen : Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat dan kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh terisi urin yang merupakan tanda dariretensi urin.
- IVP (Intra Vena Pielografi) : Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-buli.
- Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal) : Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.
- Systocopy: Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum. (Sumber:Deonges 1999).
TERAPI DAN PENATALAKSANAAN
Menurut R. Sjamsuhidayat (h.785) derajat berat hipertrofi prostat berdasarkan gambaran klinis sebagai berikut :
Derajat
- derajat I terjadi Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba, sisa urin < 50 ml
- derajat II terjadi Penonjolonan prostat jelas, batas atas dapat dicapai, sisa urin 50-100 ml
- derajat III batas atas prostat tidak dapat diraba, sisa urin >100 ml
- derajat IV retensi urine total
Dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis sebagai berikut :
- Stadium I : Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.
- Stadium II : Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)
- Stadium III : Pada stadium III reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan perineal.
- Stadium IV : Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka.
Semoga Bermanfaat
Salam Sentul salam sehat sendi dan tulang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar