Rabu, 30 September 2020

WASPADA DENGAN MENJAGA KESEHATAN PROSTAT

 

DEFINISI
Hiperplasia prostat adalah pembesaran prostat yang jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Namun orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secara histologi yang dominan adalah hyperplasia (Sabiston, David C,1994). Hyperplasia prostat adalah Pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secarau mum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius. (sumber:Rencana asuhan keperawatan marilynn deonges).

PENYEBAB
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan testosterone, esterogen karena produksi testosterone menurun dan terjadi konfersi testosterone menjadi esterogen pada jaringan adipose diperifer. Berdasarkan angka autopsy perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat ditemukan pada usia 30-40 tahun. Padalelaki usia 50 tahun, angka kejadianya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan menyebabkan gejala dan anda klinis. 
 
TEORI PENYEBAB BPH :
a.   Teori Hormonal
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat. Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi hormon androgentestis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.

b.   Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan)
Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat. Terdapat empat peptic growth factor yaitu : basic transforming growth factor, transforming growth factor b1,transforming growth factor b2, dan epidermal growth faktor.

c.   Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati

d.   Teori Sel Stem (stem cellhypothesis)
Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa berada dalam keadaan keseimbangan “ steady state ”, antara pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.

e.   Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam “target cell” yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk ke dalam sitoplasma,di dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dehidrotestosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi“ hormone receptor complex ”. Kemudian “hormone receptor complex” ini mengalami transformasi reseptor, menjadi “ nuclear receptor ” yang masuk ke dalam inti yang kemudian melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat.(Sumber:Mcconnell Roehrborn 2007).

PROSES TERJADINYA BPH
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus. 
 
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan keseluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh kedalam gagal ginjal.
 
Pada hiperplasia terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.(Sumber:Doenges 2000).

TANDA DAN GEKJALA
Gejala hiperplasia prostat dibagi atas gejala obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejalanya ialah :
a.   Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistency)
b.   Pancaran miksi yang lemah (Poor stream)
c.   Miksi terputus (Intermittency)
d.   Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)
e.   Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying)

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat tergantung tiga faktor yaitu :
a.      Volume kelenjar periuretral
b.      Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
c.      Kekuatan kontraksi otot detrusor
Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi, sehingga meskipun volume kelenjar periuretal sudah membesar dan elastisitas leher vesika, ototpolos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih dikompensasi dengan kenaikan daya kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi belum dirasakan.(Sumber Reksoprodjo S.1995 Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah)

KOMPLIKASI
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesikaurinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis. Perdarahan, Inkontinesia, Batu VU, Retensi urine, Impotensi, Epididimis, Hemoroid, hernia, prolaps rektum akibat mengedan, Infeksi saluran kemih disebabkan kateterisasi, Hidronefrosis. (sumber: Sjamsuhidajat, 2005 ).

PREVENTIF
Beberapa upaya yang bisa ditempuh diantaranya mengkonsumsi makanan rendah lemak. Selain itu ada beberapa jenis makanan yang perlu ditingkatkan untukmencegah datangnya penyakit prostate khususnya kanker yaitu Soy Iso Flavones (Quercetin), lycopene, selenium, vitamin E, teh hijau, anti androgen dan vitamin

PROSEDUR DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan pada pasien dengan hyperplasia adalah :

Laboratorium
  1. Sedimen Urin: Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran kemih.
  2. Kultur Urin : Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
Pencitraan
  1. Foto polos abdomen : Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat dan kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh terisi urin yang merupakan tanda dariretensi urin.
  2. IVP (Intra Vena Pielografi) : Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-buli.
  3. Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal) : Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.
  4. Systocopy: Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum. (Sumber:Deonges 1999).
TERAPI DAN PENATALAKSANAAN
Menurut R. Sjamsuhidayat (h.785) derajat berat hipertrofi prostat berdasarkan gambaran klinis sebagai berikut :
 
Derajat
  1. derajat I terjadi Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba, sisa urin < 50 ml
  2. derajat II terjadi Penonjolonan prostat jelas, batas atas dapat dicapai, sisa urin 50-100 ml
  3. derajat III batas atas prostat tidak dapat diraba, sisa urin >100 ml
  4. derajat IV retensi urine total
Dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis sebagai berikut :
  1. Stadium I : Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.
  2. Stadium II : Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)
  3. Stadium III : Pada stadium III reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan perineal.
  4. Stadium IV : Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka.

 

Semoga Bermanfaat

Salam Sentul salam sehat sendi dan tulang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar